Taman Sapu Jagad
KUDUS, suaramuria.com – Hingga awal Desember 2019, tebing Kali Gelis di Dukuh Krajan, Desa/Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus itu masih penuh dengan timbunan sampah rumah tangga.
Lokasi pinggir desa persis di pinggir Sungai Gelis itu menjadi favorit warga membuang sampah.
Awal 2020, lokasi itu sudah berubah 180 derajat menjadi taman tempat favorit warga berswafoto. Setiap pagi atau sore, tempat itu menjadi pilihan warga untuk bercengkrama. Suara gemericik sungai menambah syahdu taman yang dinamai warga Taman Sapu Jagad itu.
BACA JUGA : PKL Alun-alun Bakal Direlokasi ke Sunan Kudus
Dari taman itu, pengunjung bisa melihat aliran air di Sungai Gelis yang berada persis di bawahnya. Di tempat itu juga dipasangi lukisan pemandangan berukuran besar, dan lukisan huruf Jawa dan hijaiyah. lukisan itu menjadi spot foto favorit pengunjung.
“Satu-satunya cara yang kami pikirkan agar tempat ini tidak menjadi TPA (tempat pembuangan akhir) sampah warga, yakni dengan mengubahnya menjadi taman. Setelah jadi warga tak lagi datang membuang sampah, tetapi datang bercengkrama atau sekedar foto-foto,” kata Farid Noor Romadlon, warga Dukuh Krajan.
Rencana membangun taman di pinggir Kali Gelis itu nyaris saja tak terwujud. Farid yang juga sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sapu Jagad Desa Bae menuturkan, kelompoknya melalui BKM Desa Bae mengusulkan proposal melalui program Kotaku ke Kementerian PUPR, pada 2019.
Kementerian PUPR menyetujui proposal dengan mengucurkan anggaran Rp 660 juta. Anggaran itu diprioritaskan untuk pembangunan jalan kampung, hingga penataan lingkungan.
“Beberapa titik jalan kampung tadinya adalah jalan ‘tulungan’ (jalan kecil – Red), kemudian warga ditawari untuk dibuatkan jalan dan mereka setuju,” katanya.
Setelah dibeton, kini jalan bertambah lebar. Mural aneka bentuk digambar di dinding rumah warga yang berada tepat dipinggir jalan. Suasana gang kampung yang sebelumnya suram pun kini berubah menjadi lebih berwarna.
Setelah semua program rampun dikerjakan, lanjut Farid, saat itu masih terdapat sisa anggaran sekitar Rp 30 juta.
Anggota KSM pun kembali mengusulkan agar anggaran yang tersisa bisa digunakan untuk membangun taman. Usulan taman sebelumnya dicoret. “Setelah kami lobi, akhirnya disetujui,” kata Farid.
Butuh Tujuh Hari
Disetujuinya usulan itu pun membawa konsekuensi bagi warga. Terlebih waktu yang tersisa tinggal sekitar tujuh hari.
“Warga kemudian bergotong rotong mulai membersihkan lahan dari sampah, menguruk dengan tanah merah, menata taman, hingga menanam sejumlah bibit tanaman baru,” kata Farid.
Dalam waktu tujuh hari, lahan milik Juswito (60), yang sebelumnya bak gunungan sampah, berubah menjadi taman yang asri. Bowo Santoso, putra Juswito mengatakan, keluarganya sudah menyetujui agar lahan ini digunakan untuk taman sebagai ikon kampung.
“Total ada tujuh truk sampah yang diangkut dari lokasi itu. Daripada menjadi sumber penyakit, lebih baik menjadi sumber kebahagiaan warga melalui adanya taman ini. Dengan anggaran hanya Rp 30 juta, taman ini sudah terwujud,” katanya.
Bowo yang sebelumnya menjabat ketua BKM Desa Bae menuturkan, taman Sapu Jagad masih butuh banyak penataan. Saat ini pihaknya tengah mengumpulkan ban bekas untuk ditata di sekitar taman. Selain untuk mempercantik taman, juga untuk menahan tanah agar tidak erosi.
“Persoalan sampah di dukuh kami belum sepenuhnya teratasi karena warga harus punya alternatif tempat pembuangan yang memadai. Jika tidak, tentu warga akan terus membuang sampah di pinggir sungai. Itu menjadi PR kami ke depan,” katanya. (SRM)