KUDUS, suaramuria.com – Kyai kharismatik asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, hadir di Museum Jenang Kudus memberikan tausiyah pada perayaan ulang tahun ke-110 jenang Mubarok Kudus, Jumat (10/7) malam.
Dalam pengajian terbatas yang juga disiarkan secara “live” di akun media sosial jenang Mubarok itu, Gus Baha banyak menyampaikan cerita hikmah dan akhlak para nabi, sahabat, waliyullah, dan para ulama yang patut diteladani.
Sebelum Islam ada, lanjut dia, ritual haji hingga (aturan) pernikahan sudah ada di masa Jahiliyah Arab. Ini membuktikan masih adanya sisa-sisa syariat yang diwariskan oleh nabi Ibrahim. “Karena mau mendekati Idul Adha, perlu kita belajar lagi dari nabi Ibrahim,” katanya.
BACA JUGA :Rayakan 110 Tahun Mubarokfood Gelar Lomba Foto
Ia berpesan, jika memiliki pilihan maka niatnya harus ditata yang baik. Gus Baha menuturkan, ketika Allah memberikan apa yang kita inginkan, maka itu berarti Allah ingin menunjukkan ke kita bahwa Dia itu zat yang baik. Sehingga minta apa pun dikasih.
“Sebaliknya, ketika Allah menghalangi apa yang kamu minta. Tidak mengabulkan apa yang kamu inginkan, maka itu menunjukkan bahwa Allah itu Tuhan yang tidak bisa didekte. Tidak bisa diatur-atur,” katanya.
Sebagai umat Islam, lanjut Gus Baha, seorang muslim wajib untuk terus memperbaruhi dan menambah ilmu agama. Jika tidak mau belajar Agama secara benar, maka seseorang akan menganalisa Allah dengan caranya sendiri.
Trilogi Ukhuwah
Pengajian di Museum jenang itu digelar secara sederhana dengan dihadiri sedikit jamaah. Direktur Utama Mubarok Cipta Delicia Muhammad Hilmy menuturkan, pengajian itu digelar untuk memeringati ulang tahun ke-110 Mubarok.
“Rencananya sudah lama. Tetapi karena sekarang masa pandemi Covdi-19, pengajian hanya dihadiri secara terbatas oleh internal saja. Namun warga tetap bisa mengikuti pengajian melalui akun media sosial kami,” katanya.
BACA JUGA : Ruang Trilogi Ukhuwah Koleksi Baru Museum Jenang Kudus
Usai pengajian, Hilmy mengajak Gus Baha berkeliling Museum Jenang Mubarok. Gus Baha terkesan dengan koleksi yang ada di museum. Ia bahkan menghabiskan waktu lama untuk mencermati tulisan yang ada di ruang Trilogi Ukhuwah dan diorama perpustakaan Sosrokartono. (SRM)