JAKARTA, lasem.id – Setelah meraih penghargaan MURI untuk lukisan garam terbesar di dunia, petani garam dari Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang kembali tampil di pameran internasional.
Pada pameran Arthefact 3.0 yang diselenggarakan oleh Museum Bahari Jakarta, petani garam Dasun memamerkan lukisan garam mereka bersama peserta dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Singapura, Spanyol, Portugal, Argentina, dan Chili.
Museum Bahari mengundang petani garam Desa Dasun untuk berpartisipasi karena lukisan garam mereka dianggap unik dan relevan dengan tema kebaharian. Kepala Museum Bahari Jakarta, Mis’ari, menyatakan bahwa karya mereka diharapkan dapat diapresiasi dan menginspirasi banyak orang.
Para petani garam Dasun memang memiliki ikatan yang kuat dengan tambak dan garamnya. Pembuatan garam bukan sekadar produksi komoditas, tetapi juga bagian dari praktik budaya dan pengetahuan tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Menggunakan pemahaman mendalam tentang karakteristik fisik garam dan ikatan emosional yang kuat, bersama dengan perupa Rembang, Eggy Yunaedi, para petani ini telah menjadikan garam sebagai media ekspresi. Melalui lukisan garam, mereka mampu menyampaikan narasi kehidupan sehari-hari dengan resonansi yang lebih kuat.
Pada pameran Arthefact 3.0, para petani garam Dasun menampilkan karya berjudul “Kolam Susu, Memory of the Future,” yang menggambarkan kehidupan, tantangan, dan harapan nelayan Dasun.
Empat warga Dasun, yaitu Mulyono, Arif Yulianto, Angga Hermansah, dan Achirudin Bayu Christiyanto, diberi waktu tiga hari untuk mengubah butiran garam menjadi gambar ikan, udang, cumi-cumi, dan rajungan dalam formasi infinity.
Simbol Ananta merepresentasikan harapan nelayan terhadap perikanan yang berkelanjutan dan lestari, terinspirasi oleh memori masa lalu. Mengambil inspirasi dari lagu “Kolam Susu” oleh Koes Plus, para petani memberi judul “Kolam Susu, Kenangan akan Masa yang Akan Datang” pada karya lukisan mereka.
Tema kelestarian alam diangkat oleh petani garam Dasun karena ketergantungan mereka dan nelayan pada alam sangat menentukan kelangsungan pekerjaan. Eksan Ali Setyonugroho, Sekretaris Desa Dasun, menekankan pentingnya pasokan air yang bersih untuk budidaya bandeng dan produksi garam berkualitas. Kepala Desa Dasun menambahkan, kualitas garam bergantung pada kelestarian bumi.
Sementara itu Eggy Yunaedi yang telah berkolaborasi dan mendampingi para petani garam sejak karya mereka yang pertama mengatakan bahwa lukisan garam ini merupakan ungkapan artistik para petani garam atas kehidupan saudara sedesa mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Lukisan garam ini adalah sebuah potret kecil, bidikan orang-orang yang terkait langsung dari permasalahan besar sekitar krisis lingkungan yang dihadapi oleh dunia.